
Implementasi Peraturan PSAK 71 Mengenai Pengelolaan Bank di Indonesia
Senin, 15 Juli 2024 - 13:57:39
“Implementasi Peraturan PSAK 71 Mengenai Pengelolaan Bank”
Pada pertumbuhan ekonomi suatu negara, lembaga keuangan sangatlah penting. Bank maupun Lembaga Keuangan yang Bukan Bank (LKBB) bertanggung jawab secara strategis untuk menyediakan pembiayaan untuk pertumbuhan ekonomi
Peraturan ini didasarkan pada Pernyataan Standar Akuntasi Keuangan PSAK 55, yang menetapkan metode pencadangan piutang menggunakan metode incurred loss dengan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN), yang diakui ketika nilainya telah turun, dan menjadi dasar untuk bukti objektif dalam Namun, PSAK 55 dianggap tidak tepat dalam penerapan CKPN karena perilaku pencadangan piutang kerugian kredit menjadi prosiklikal terhadap siklus ekonomi global saat terjadi krisis ekonomi bisnis
Pengadopsi pertama IFRS 9, mengubah aturan klasifikasi aset tetap dan mencakup pencadangan atas penurunan nilai aset. Ini dimulai dengan asumsi bahwa itu akan mencegah kerugian yang disebabkan oleh kredit macet perusahaan atau perbankan. Meskipun pada awalnya menekan laba perbankan secara signifikan, bank tidak mengalami kerugian segera dalam kasus gagal bayar, yang berarti mereka tidak perlu dihukum. Dengan demikian, ketika PSAK 71 berlaku secara efektif, diharapkan CAR akan turun. Berkaitan dengan hal ini, dampak yang dirasakan oleh perekonomian Indonesia setelah masuknya COVID-19 di tahun 2020 diproyeksikan membuat pihak bank kewalahan untuk membetuk CKPN, di mana kewajiban untuk membuat pencadangan segera setelah kredit diberikan, tetapi pada sisi lain, memungkinkan banyak perusahaan pemohon pinjaman kredit dengan risiko tinggi untuk mempertahankan kredit selama wabah Covid-19, yang membuat bank harus menanggung CKPN yang belum dibuat sebelumnya. Melihat adanya hal itu, indurstri perbankan menjadi industri yang terkena dampak cukup parah, ditambah adanya perbedaan yang cukup jelas antara PSAK 71 dan PSAK 55 yang saat ini tengah diimplementasikan oleh usaha perbankan itu sendiri, yaitu metode perlakuan akuntansi secara umum, dan metode penetuan pembentukn CKPN atas kredit bermasalah secara khususnya, dimana pada PSAK 55 kerugain kredit bertepatan terjadinya kerugian (incurred loss) diakui, sementara dalam PSAK 71 pengakuan terjadi lebih cepat tatas efek terhadap perubahan kerugian kredit ekspektasian (Expected credit losses) setelah aset keuangan diakui diawal dan mengenai dampak dari pembentukan CKPN tersebut mempengaruhi modal dan keuntungan bank sebagaimana Triana menyatakan bahwa pengaplikasian PSAK 72 tidak hanya berefek signifikan pada laba rugi perusahaan, tetapi juga signifikan terhadap penurunan modal (Apriyani, 2018), maka bank umum yang lebih besar berada jauh di depan, yaitu sebanyak 48% dalam hal kemajuan dari jumlah semua bank yang sudah memasuki tahap penilaian dampah dibandingkan dengan bank-bank umum yang lebih kecil, dari jumlah bank umum yaitu hanya sekitar 10% (PWC, 2019) dan membuktikan bahwa sebab rumitnya PSAK 71 sebagian besar bank belum mencapai tahapan penilaian dampak. Menurut PSAK 55, instrumen keuangan adalah kontrak yang memiliki kemampuan untuk meningkatkan nilai aset, baik itu aset, entitas, liabilitas, atau instrumen ekuitas entitas lainnya. Kecuali instrumen investasi (PSAK 65, 15, 12 dan 66), hak sewa dan kewajiban sewa (PSAK 30), hak pemberi kerja dan kewajibannya (PSAK 24), setiap entitas dapat menerapkan PSAK 55 untuk seluruh instrumen keuangan dan kontrak pembelian dan penjualan (PSAK 55).
PSAK 55 bertujuan untuk menetapkan prinsip-prinsip dasar untuk pengakuan aset dan liabilitas keuangan, serta sebagai kontrak untuk membeli dan menjual berbagai instrumen keuangan, perjanjian pinjaman dan provisi (PSAK 57), dan transaksi berbasis saham (PSAK 52). Suatu pedoman telah diberikan untuk mengakui dan mengukur instrumen keuangan dalam mekanisme perlakuan pencadangan piutang yang diatur oleh PSAK 71. Standar baru ini secara mendasar mengubah cara menghitung dan menyediakan cadangan untuk kerugian yang disebabkan oleh utang yang tidak tertagih. Menurut PSAK 55, kewajiban pencadangan yang baru muncul setelah peristiwa yang dapat menyebabkan kegagalan pembayaran. Namun, PSAK 71 menyatakan bahwa kewajiban pencadangan ada sejak awal periode. Dengan mempertimbangkan berbagai kemungkinan, dasar pencadangan dibuat untuk mengantisipasi kerugian kredit. Korporasi harus menyediakan cadangan atas penurunan nilai kredit (CKPN) untuk semua jenis kredit, dari kredit lancar hingga kredit macet, menurut PSAK 71. Nilai pencadangan piutang tak tertagih dapat berubah dari nilai sebelumnya karena penambahan ini. Salah satu bagian dari teori institusional, logika institusi digunakan untuk menjelaskan operasi perbankan. Logika institusi juga dapat menjelaskan lebih lanjut bagaimana perilaku organisasi dipengaruhi oleh proses institusionalisasi struktur (Greenwood & Suddaby, 2006). Proses institusionalisasi pengambilan keputusan untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan implementasi PSAK 71 menggunakan logika institusi yang dikenal sebagai pengangkut simbolik (aspek simbolik) dan material (aspek material) dalam suatu organisasi-organisasi (Zilber, 2013), serta kemungkinan praktik yang digabungkan (menyelaraskan) atau dipisahkan (menyimpang) (Scott, 2008) dan terjadinya homogenisasi atau heterogenisasi suatu keputusan kepada usaha industri perbankan (Hambrick, Finkelstein, Cho, & Jackson, 2004), maka teori institusional menjadi relevan digunakan.
Tabel 1. Perbandingan Kategori Kredit Menurut PSAK 55 dan PSAK 71
|
PSAK 55 / PAPI 2008 |
PSAK 71 |
||
|
Kategori Aset Keuangan |
Pengukuran |
Kategori Aset Keuangan |
Pengukuran |
1 |
Pengukuran dilakukan pada Nilai Wajar Melalui Laporan Laba Rugi. |
Sebesar pokok kredit yang dicairkan atau nilai wajar kredit yang pada saat pengakuan awal sama dengan harga transaksi. |
Kredit merupakan Aset Keuangan yang diukur pada Biaya Perolehan Diamortisasi karena memenuhi 2 kondisi berikut:
|
Biaya perolehan diamortisasi |
2 | kepemilikan Hingga Jatuh Tempo (HTM). | Sebesar nilai wajar kredit yang pada saat pengakuan awal sama dengan harga transaksi, yaitu sebesar pokok kredit yang dicairkan, dikurangi atau ditambah pendapatan dan atau beban yang dapat diatribusikan secara langsung pada pemberian kredit tersebut. | ||
3 | Tersedia untuk Dijual (AFS) | |||
4 |
Pinjaman yang Diberikan dan Piutang |