Pengantar Teori Hukum Murni Hans Kelsen
Kamis, 8 Agustus 2024 - 04:42:16
Kontributor: Azmi Yasmin
Teori Hukum Murni, yang dikembangkan oleh Hans Kelsen, merupakan salah satu kontribusi paling signifikan dalam bidang teori hukum pada abad ke-20. Kelsen berusaha memurnikan studi hukum dari unsur-unsur eksternal seperti politik, etika, dan sosiologi, untuk membentuk sebuah teori yang benar-benar ilmiah tentang hukum. Dalam pandangan Kelsen, hukum harus dipahami sebagai sistem normatif yang otonom dan independen dari faktor-faktor sosial lainnya. Ide dasar dari Teori Hukum Murni adalah pemisahan antara hukum dan moral, yang menekankan bahwa hukum harus dianalisis sebagai sebuah sistem norma yang terstruktur dan hierarkis, tanpa dipengaruhi oleh nilai-nilai moral atau tujuan politik. (Darmini Roza, “Teori Positivisme Hans Kelsen Mempengaruhi Perkembangan Hukum Di Indonesia,” Lex Jurnalica 18, No. April 2021.)
Kelsen memperkenalkan konsep dasar dari Grundnorm atau norma dasar sebagai landasan dari sistem hukum. Grundnorm adalah norma hipotetis yang menjadi sumber legitimasi bagi semua norma hukum lainnya dalam suatu sistem. Tanpa adanya Grundnorm, sistem hukum tidak akan memiliki dasar legitimasi atau keabsahan. Grundnorm ini bukanlah norma yang secara langsung dapat ditemukan dalam perundang-undangan, melainkan merupakan konstruksi teoretis yang memberikan kerangka dasar bagi pemahaman tentang struktur dan fungsi sistem hukum. Teori Hukum Murni Kelsen juga berpengaruh dalam pengembangan teori konstitusi dan hukum internasional. Kelsen berpendapat bahwa hukum internasional harus dilihat sebagai sistem normatif yang independen, yang memiliki Grundnorm nya sendiri. Ini menantang pandangan tradisional yang melihat hukum internasional sebagai sekadar kesepakatan antar negara tanpa struktur normatif yang jelas. Kelsen juga berkontribusi pada pengembangan konsep tentang Mahkamah Konstitusi, yang berfungsi untuk menjaga konsistensi dalam penerapan hukum dan melindungi norma dasar dari pelanggaran oleh legislatif atau eksekutif. (Kelik Wardiono And Khudzaifah Dimyati, “Basis Epistemologis Paradigma Rasional Dalam Ilmu Hukum: Sebuah Deskripsi Tentang Asumsi-Asumsi Dasar Teori Hukum Murni-Hans Kelsen,” Jurnal Dinamika Hukum 14, No. 3 (2014), Https://Doi.Org/10.20884/1.Jdh.2014.14.3.304.)
Meskipun Teori Hukum Murni telah menghadapi banyak kritik, terutama dari mereka yang berpendapat bahwa pemisahan hukum dari moralitas adalah tidak realistis, kontribusi Kelsen tetap sangat berharga. Kritikus menyatakan bahwa hukum tidak dapat dipisahkan sepenuhnya dari konteks sosial dan moralnya, karena hukum dibuat dan diterapkan oleh manusia yang memiliki nilai-nilai dan tujuan moral. Namun, upaya Kelsen untuk menciptakan teori hukum yang ilmiah dan objektif memberikan dasar yang kuat bagi studi hukum modern. Teori Hukum Murni memberikan kerangka kerja yang jelas untuk memahami hukum sebagai sistem normatif yang konsisten dan logis, yang dapat dianalisis tanpa harus terjebak dalam pertimbangan moral atau politik. Dalam konteks praktik hukum, implementasi Teori Hukum Murni terlihat dalam sistem peradilan dan mekanisme penegakan hukum yang berfokus pada pemenuhan prosedural dan formalitas hukum. Pengadilan, misalnya, harus beroperasi berdasarkan aturan-aturan hukum yang jelas dan konsisten, memastikan bahwa keputusan yang diambil adalah berdasarkan hukum yang berlaku dan bukan pada interpretasi moral atau politik dari hakim. Hal ini dapat dilihat dalam penerapan hukum pidana, di mana penegak hukum dan pengadilan harus berpegang pada undang-undang yang telah ditetapkan, memastikan bahwa setiap keputusan adalah hasil dari penerapan norma-norma hukum yang ada. (A Wijaya, “Sejarah Kedudukan Hukum Islam Dalam Konstitusi-Konstitusi Indonesia,” Jurnal Al Daulah, 2018.)
Tantangan utama dalam implementasi Teori Hukum Murni adalah bagaimana menjaga pemisahan yang tegas antara hukum dan moral atau politik dalam praktik nyata. Di banyak negara, hukum sering kali dipengaruhi oleh nilai-nilai moral dan politik yang berlaku dalam masyarakat. Misalnya, dalam kasus hukum yang melibatkan isu-isu hak asasi manusia, sering kali terdapat ketegangan antara penerapan hukum positif dan nilai-nilai moral yang dianut oleh masyarakat atau oleh hakim yang bersangkutan. Dalam situasi seperti ini, menjaga objektivitas dan pemurnian hukum sesuai dengan prinsip-prinsip Teori Hukum Murni menjadi sangat sulit. Implementasi konsep Grundnorm dalam praktik juga menghadapi kesulitan tersendiri. Grundnorm sebagai norma dasar yang memberikan legitimasi bagi seluruh sistem hukum adalah konsep yang abstrak dan tidak selalu mudah diidentifikasi atau diterapkan dalam konteks konkret. Misalnya, dalam sistem hukum yang mengalami perubahan signifikan, seperti reformasi hukum atau perubahan konstitusi, penentuan Grundnorm yang baru dapat menjadi sumber perdebatan dan ketidakpastian. ( Muhammad Aslansyah, “Studi Ajaran Hans Kelsen Tentang Pure Theory Of Law Ditinjau Dari Perspektif Keadilan,” Journal Of Chemical Information And Modeling 53, No. 9 2019.)
Ini menunjukkan bahwa meskipun Grundnorm memberikan kerangka teoretis yang penting, penerapannya dalam konteks nyata memerlukan interpretasi yang hati-hati dan bisa berbeda-beda tergantung pada situasi dan waktu. Penerapan Teori Hukum Murni Kelsen juga terlihat dalam upaya memperkuat supremasi hukum (rule of law) di berbagai negara. Konsep-konsep seperti kepastian hukum, dimana hukum harus dapat diprediksi dan diandalkan, serta legalitas, dimana tindakan negara harus selalu berdasarkan hukum yang berlaku, merupakan prinsip prinsip yang sejalan dengan Teori Hukum Murni. Dalam konteks ini, upaya untuk memastikan bahwa semua tindakan pemerintah dan lembaga negara harus sesuai dengan hukum yang telah ditetapkan adalah cerminan dari penerapan prinsip-prinsip Kelsen. Hal ini penting dalam menciptakan sistem hukum yang adil dan dapat dipercaya oleh masyarakat. Implementasi Teori Hukum Murni juga mempengaruhi pendidikan hukum, di mana penekanan pada studi hukum sebagai disiplin ilmu yang otonom dan normatif menjadi bagian dari kurikulum pendidikan hukum di banyak universitas. Mahasiswa hukum diajarkan untuk memahami hukum sebagai sistem yang terstruktur dan logis, dengan fokus pada analisis norma-norma hukum dan bukan pada aspek moral atau politik dari hukum. Pendekatan ini membantu menciptakan profesional hukum yang mampu menganalisis dan menerapkan hukum secara objektif dan ilmiah.